Biarkan Pergi
“Kuterlempar dan jatuh di kegelapan
malam
Memaksaku untuk menerima satu
kenyataan
Hari esok entah ku yang harus
melupakan
Sejuta harapan untuk selamamnya”
“Aku
minta cerai, Mas!”
Kata
itulah yang terakhir kudengar dari bibir manismu, Sayang. Ya, mungkin kau
menganggapku sudah gila karena sampai saat ini aku masih memanggilknu dengan
sebutan sayang.
Malam
itu kau datang padaku dengan linangan air matamu yang tak kumengerti. Padahal
saat itu pernikahan kita baik-baik saja. Malah esok harinya aku berencana untuk
mengajakmu berbulan madu yang telah 5 bulan tertunda karena padatnya jadwal
pekerjaanku
Aku
malah lebih takjub lagi dengan lembaran map yang kau lempar di hadapanku. Map
yang berisi surat perceraian. Aku benar-benar tak mengerti apa maksudmu saat
itu. Aku pikir kau sosok setia yang bisa mempertanggungjawabkan kata-katamu.
Ternyata kau tak lebih dari seoarang pengobral janji.
Saat
ini, setelah kau memutuskan pergi dariku. Aku merasa sepi. Tak punya mimpi.
Mimpi indahku telah kau rampas begitu saja. Mimpiku yang ingin membangun rumah
tangga denganmu hingga nyawa yang yang memisahkan nanti telah terkubur
dalam-dalam di hidupku. Itu semua hanya sebatas bayanganku saja.
-o0o-
Mimpiku
telah berakhir setelah aku menemukan jaket yang tergantung di kamar pengantin
kita. Bau parfumnya yang sangat menyengat itu membuat hatiku berdesir. Apalagi
setelah aku menemukan lipstikmu yang tertinggal di sana. Betapa hancurnya aku.
Mungkin tak seorangpun yang mampu memungut serpihan hatiku karena terlanjur
berkeping-keping karenamu.
“Sayang,
aku merindukanmu.”
Apa
kau ingat pertengakaran waktu itu? Aku kalap. Aku membanting semua yang ada di
hadapanku termasuk kau. Hingga kau terpental hebat di kasur.
Ya,
sms teman lelakimu itulah yang membuat emosiku memuncak. Aku tak akan
membiarkan lelaki manapun menyebutmu sayang. Karena akulah satu-satunya
lelakimu.
Ah,
sudahlah. Lupakan saja hal itu. Anggap saja kita tak pernah bertemu. Karena aku
terlanjur terluka. Benar-benar hancur.
Maaf, Mas. Bukannya aku
sengaja menghianatimu. Tapi, kau yang selalu membuatku bersikap begitu. Tanpa
kau tahu aku selingkuh di belakangmu. Dan tentu kau tahu alasannya. Kau tak
pernah ada untukku. Aku seperti wanita malang tanpa mengenal malam. Tapi aku
juga bukan wanita jalang yang suka bermain harga diri.
Aku terpaksa
melakukannya, Mas. Lelaki itu bukan orang lain. Dia tak lain adalah adik
kandungmu sendiri. Aku punya alasan untuk bercerai darimu. Karena aku tidak mau
membuatmu lebih terluka lagi dengan kehadiran janin yang bukan darimu.
Maafkan aku, Mas. Aku
yakin. Setelah kau membaca surat ini kau akan sepenuhnya marah padaku. Lalu kau
akan menandatangani surat perceraian itu.
Sonia, istrimu.
Setelah
membaca surat darimu aku memang marah sejadinya. Apalagi adikku yang selama ini
menjadi pelarianmu. Tapi aku tak menandatanganinya. Aku malah merobeknya. Aku
sengaja menggantungkanmu tanpa surat perceraian resmi dari pengadilan. Entah,
mengapa aku tak bisa melepasmu meski kau telah menghancurkan imipianku.
“Pergi semua tlah pergi
Ku harus relakan kau pergi
tinggalkan hati
Biarlah semua menjadi
Kenangan yang indah yang tak bisa
kumiliki”
Lamongan,
13 November 2011